Pendanaan dan ‘Urun Dana’ IKN Nusantara

Oleh: Dr.Isradi zainal,
Rektor Uniba, Direktur Indeks Survey Indonesia (Insurin), SekjenForum Rektor PII

Pendanaan Ibu Kota Nusantara (IKN) menurut undang undang no.3 tahun 2022 Bab IV bagian kesatu tepatnya pada pasal 23 dan 24 cukup jelas sumber perolehannya. Menurut pasal 23 UU IKN dinyatakan bahwa dalam rangka persiapan, pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara, kekuasaan Presiden sebagai pengelola keuangan negara dikuasakan kepada Kepala Otorita Nusantara dimana Kepala Otorita IKN berkedudukan sebagai pengguna anggaran/pemgguna barang untuk Ibu Kota Nusantara.Sementara dalam pasal 24 dinyatakan bahwa sumber pendanaan bersumber dari APBN dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan, dan dapat melakukan pemungutan pajak khusus dan atau pungutan khusus di Ibu Kota Nusantara (IKN). Berdasarkan uraian Bappenas, skema pembiayaan IKN Nusantara berasal APBN sebesar 19,2% atau sekitar 89,5 triliun rupiah, dari KPBU atau kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha sebesar 54,6% atau 254,4 triliun rupiah, dan dari pihak swasta sebesar 26,2% atai sekitar 122,1 triliun rupiah.

Pendanaan dari sumber lain yang sah bisa berasal dari: pemanfaatan Barang Milik Negara dan/atau pemanfaatan aset dalam penguasaan; penggunaan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha; kontribusi swasta/BUMN (antara lain berupa pembiayaan dari ekuitas dan obligasi korporasi); dan creative financing, seperti crowd funding, dana filantropi, ataupun dana corporate social responsibility (CSR).

Khusus terkait urun dana atau crowd funding pada dasarnya sifatnya sukarela. Dari komunikasi kami dengan pihak Otorita IKN, jubir IKN Sidik Pramono menyampaikan bahwa Crowd funding (urun-dana) adalah satu dari banyak alternatif pendanaan dari non-APBN. ‘Urun-dana merupakan penggalangan dana yang melibatkan banyak orang dan sifatnya donasi/sosial. Urun-dana ini sifatnya sukarela, tidak ada pemaksaan, dan yang menjadi pemrakarsa pun dari pihak masyarakat sendiri’,Paparnya. Selanjutnya beliau menambahkan bahwa alternatif urun-dana ini adalah kesempatan dan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan mempunyai rasa memiliki di IKN.

Menurut Kepala Otorita IKN Bambang Susantono, Pendanaan dari urun-dana bisa dialokasikan untuk jenis-jenis fasilitas umum dan fasilitas sosial tertentu dengan skala tertentu, seperti misalnya
taman anggrek hutan, rumah diaspora global, ataupun museum artifak hutan yang nilai dananya kecil. Untuk skema pembiayaan besar tetap mrmakai skema yang pernah direncanakan oleh pemerintah. Jadi urun urun-dana hanyalah salah satu alternatif pembiayaan dari, oleh, dan untuk masyarakat, imbuhnya.

Bagi penulis apa yang disampaikan sejumlah pihak yang terlalu mendramatisir hal terkait ‘urun dana’ seakan akan dana ini untuk Proyek besar IKN tidaklah benar. Skema pembiayaan dengan urun dana tidak berarti pemerintah miskalkulasi. Atau mengandalkan pembangunan dari ‘Urun Dana’ saja. Apalagi dana dari urun dana biasanya untuk proyek yang tidak besar. Urun Dana yang masuk dalam skema pembangunan IKN Nusantara sah sah saja karena memberi ruang kepada masyarakat untuk berpartisipasi daqn bersifat sukarela. Dalam prakteknya kegiatan seperti ini banyak dilakukan di kota kota besar. Ada baiknya juga kalau ada dana Urunan yang disiapkan sebagai ‘Dana Abadi IKN’ yang bukan untuk dihabiskan tapi dipinjam oleh otorita untuk membantu pembangunan IKN Nusantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *