Dampak Putusan MK Terkait Omnibuslaw CK Terhadap Pembangunan di IKN ‘Sepakunegara’

Oleh:
Dr.Isradi Zainal, SH.,MH
Rektor Uniba, Ketua PII Kaltim, Sekjen Forum Rektor PII

Undang Undang Cipta Kerja (UUCK) atau Omnibuslaw Cipta Kerja no. 11 Tahun 2020, pertangal 25 November 2021 dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Majelis Konstitusi atau MK berdasarkan putusan nomor: 91/PUU-XVIII/2020 dan meminta kepada Pemerintahan untuk memperbaikinya dengan durasi waktu dua tahun. Dalam putusannya MA memerintahkan untuk menunda segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas dari UUCK. Tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
Dalam kaitan dengan investasi maka omnibuslaw cipta kerja punya hubungan khususnya menyangkut dasar pendirian Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA) yang diatur dalam pada pasal 165 sampai pasal 172 di UU no. 11 Tahun 2011Tentang Cipta Kerja. LPI merupakan institusi pengelola investasi yang membawa modal baik modal yang dimiliki maupun dikerjasamakan. LPI diharapkan akan mampu mengundang investor baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam pasal 165-172 UUCK dinyatakan bahwa dalam rangka pengelolaan investasi maka dibetuk Lembaga Pengelola Investasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengoptimalisasi nilai asset secara Panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan. Hal ini berarti LPI ikut untuk menangani investasi untuk pembangunan di Ibu Kota Negara yang baru di Sebagian Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara (Sepakunegara).
Lalu bagaimana dengan LPI yang menjadikan UUCK sebagai dasar hukum yang saat ini dianggap inkonstitusional bersyarat? Menurut MK, semua yang sudah diterbitkan tetap berlaku tapi untuk kepentingan yang lebih luas dan strategis tidak boleh diterbitkan lagi. Artinya LPI masih dianggap berlaku. Meski demikian, kondisi ini tidak terlalu mempengaruhi pembangunan Ibu Kota Negara yang baru. Hal ini karena skema biaya IKN dalam kaitan dengan pembangunan kawasan inti IKN, tidak saja berbasis investasi tapi juga sudah ada skema tersendiri seperti yang direncanakan Bappenas dan draft RUU IKN.
Menurut Bappenas, skema pembiayaan Ibu Kota Negara menurut Pemerintah diantaranya APBN, BUMN, KPBU dan swasta. Untuk APBN meliputi Infrastruktur pelayanan dasar, Pembangunan istana negara, Bangunan strategi TNI/Polri, Perumahan dinas ASN dan TNI/Polri, Pengadaan lahan dan ruang terbuka hijau. BUMN menyiapkan peningkatan bandara dan Pelabuhan. Untuk KPBU meliputi Gedung eksekutif, legislative dan yudikatif, Pembangunan Infrastruktur utama (selain yang telah tercakup dalam APBN), Sarana Pendidikan, Kesehatan, museuam, Lembaga pemasyarakatan, Sarana dan prasarana penunjang. Selanjutnya untuk Swasta meliputi Perumahan umum, Pembangunan perguruan tinggi, sarana Kesehatan, MICE dan sciencetechnopark dan Pembangungan shopping mall.
Dalam RUU IKN pasal 24 diatur juga rencana pembangunan IKN baru di Sepakunegara. Berdasarkan pasal tersebut dinyatakan pendanaan persiapan, pembangunan, hingga pemindahan ibu kota berasal dari dua sumber utama yaitu APBN dan sumber lain yang sah dan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan. Untuk mendanai penyelenggaraan IKN, pemerintahan khusus IKN atau Otorita IKN dapat melakukan pemungutan pajak atau pungutan lain. Ketentuan secara detail terkait pemungutan pajak, dll yang nantinya akan diatur dalam peraturan pemerintah yang akan terbit setelah RUU IKN disahkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pembangunan IKN tidak akan terpengaruh oleh Keputusan MK yang menyatakan Omnibuslaw cipta kerja inkonstitusional bersyarat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *